Pages

Ads 468x60px

Labels

Kamis, 19 Januari 2012

Suka dengan artikel ini?

Evy pertama mengenal Peta Pikiran waktu semester 1 dulu. Ia konsep yang menarik dan warna-warni. Evy telah bertahun-tahun menggunakannya tanpa skeptis, dan sekarang Evy akan meninjaunya dari sudut pandang skeptik. Apakah benar Peta Pikiran berguna seperti yang diklaim Tony Buzan dan kawan-kawan?


Satu hal yang memicu kecurigaan bahwa Mind Map mungkin adalah pseudosains terlihat pada bagian belakang buku “Mind Maps at Work” karya Tony Buzan, yang mengaku sebagai penemunya. Disitu ada iklan mengenai penerbit buku tentang panduan hidup dari Tarot dan Astrologi. Memang faktailmiah.com sendiri punya iklan yang kadang gak nyambung dan bahkan bisa pseudosains. Pernah Evy nemu iklan tentang ramalan bintang dan tangan di faktailmiah, tapi iklan itu sifatnya elektronik, dan Googlebot sepenuhnya mengendalikan iklan apa yang harus muncul atau yang tidak. Di sisi lain, iklan di buku semestinya lebih mampu dikendalikan oleh penulisnya. Mengapa ada iklan astrologi di buku sains, jika memang peta pikiran merupakan  fakta ilmiah?
Argumen 1 : Ada banyak versi Peta Pikiran
Peta pikiran bukanlah konsep baru, ia berakar setidaknya dari tahun 1960an dimana leluhur peta konsep mulai dikembangkan. Peta pikiran berangkat lebih jauh dengan menambahkan warna dan susunan mirip jaringan syaraf yang nonlinier pada grafik. Konsep dasar peta pikiran adalah menstruktur kata-kata kunci ke dalam peta yang merangkum seluruh gagasan yang ada di balik deskripsi besar dan panjang. Seperti daftar isi dari buku dan daftar isi dari paragraf, dibuat secara grafik.
Ada beberapa seri buku tentang Peta Pikiran. Ada gambar-gambar menarik yang bagi anda yang kurang bisa menggambar, terlihat rumit. Buzan hanya mengadvokasi peta pikiran yang berpusat di tengah, non linier dan penuh gambar, tapi dilihat dari contoh-contoh inti yang diberikannya, terdapat pula peta pikiran tipe pohon yang tidak berpusat di tengah, dan tipe linier, yang garisnya tidak bergelombang dan tanpa gambar.

Ini tidak mirip peta pikiran
Argumen 2 : Kurangnya dukungan Ilmiah
Anda pendukung peta pikiran mungkin berargumen kalau peta pikiran didukung fakta ilmiah. Ada banyak referensi jurnal di bagian belakang buku-buku Buzan. Tapi tidak sesederhana itu. Sesuatu artikel tidak dapat dinilai ilmiah jika daftar pustakanya berisi jurnal ilmiah. Jika anda perhatikan dengan seksama, daftar pustaka yang ada di buku-buku peta pikiran relatif tidak nyambung dengan peta pikiran. Isinya adalah penelitian mengenai otak, gambar, pengenalan visual, psikologi, dan segala hal yang berputar di awan di atas peta pikiran, tidak menginjakkan kakinya di tanah untuk menyentuh peta pikiran. Tidak ada yang langsung meneliti peta pikiran.
Menjawab keberatan ini, Tony Buzan mengajukan sejumlah penelitian ilmiah di halaman khusus situsnya yang langsung mengarah pada pengujian efektivitas peta pikiran. Ada 13 penelitian ilmiah yang membahas langsung peta pikiran dan semuanya mendukung efektivitas peta pikiran.
WikiIT memberikan tinjauan kritis terhadap karya-karya ilmiah yang diajukan Buzan. Sayangnya, tidak satupun karya tersebut yang dapat ditelusuri langsung dari BuzanOnline. WikiIT harus mencarinya satu persatu dan mempelajarinya. Hanya dua yang berhasil dikumpulkan karena sebagian hasil penelitian tidak tersedia di internet.

Ini peta pikiran
Menurut Buzan, studi Al-Jarf (2009) membenarkan kalau piranti lunak Pemetaan Pikiran memberikan pendekatan yang kuat untuk meningkatkan kemampuan orang membuat ide, memvisualisasikannya dan mengaturnya. Subjek penelitian mengakui kalau peta pikiran memicu berpikir kreatif dan mempercepat pembangkitan ide saat menulis.
Setelah hasil penelitian Al-Jarf diperiksa, ditemukan kalau peta pikiran yang dimaksud oleh Al-Jarf sesungguhnya bukanlah peta pikiran versi Buzan, tapi peta konsep. Bila anda mahasiswi pendidikan, anda tentu tahu bedanya peta konsep dan peta pikiran. Peta konsep bersifat linier dan aturannya ketat. Ia memiliki bukti ilmiah yang kuat, di sisi lain peta pikiran bersifat non linier dan aturannya bebas. Buzan sendiri mati-matian mengatakan bahwa tulisan bersifat linier (entah itu tulisan dari kiri ke kanan (latin), atas ke bawah (china), kanan ke kiri (Arab)) merupakan model tulisan yang memenjarakan pikiran. Tapi kenapa ia mengutip hasil penelitian yang dilakukan pada peta yang dibuat secara linier untuk mendukung peta pikirannya?
Bedanya Peta Konsep dan Peta Pikiran
Peta konsep merupakan teknologi pendidikan yang telah berhasil dan banyak digunakan dalam penelitian pendidikan. Evy pernah bertanya waktu kuliah pada dosen, kenapa ibu memakai peta konsep bukannya peta pikiran. Peta pikiran lebih keren lo bu dan lebih baik lo bu? Bu Yulis, dosennya Evy, bilang aja dengan cetus. Yang kita pelajari kan konsep, jadi yang dipakai ya peta konsep. Kalau peta pikiran, emang kita tahu isi pikiran setiap orang?

Ini peta konsep
Waktu itu Evy gak terlalu menanggapi hal tersebut, tapi setelah belajar tentang peta konsep, Evy baru paham bedanya. Peta konsep bermanfaat untuk mengetahui miskonsepsi siswa. Bila ia membuat peta konsep yang salah, berarti ada miskonsepsi dalam pikirannya dan karenanya konsep tersebut harus diperdalam oleh guru. Di sisi lain, peta pikiran membebaskan bener-bener. Gak ada standar. Dua orang yang membuat peta pikiran dalam kuliahan akan menghasilkan dua peta pikiran yang berbeda. Menurut Buzan, hal ini tidak boleh disalahkan. Kita harus membebaskan kreativitas siswa. Karena peta pikiran bersifat subjektif, dosen atau guru tidak dapat menggunakannya untuk mengetahui miskonsepsi yang ada pada diri siswa. Bila peta pikirannya mengandung miskonsepsi, ya gak ada perubahan juga. Sang siswa tetap saja percaya sesuatu yang dicatatnya berdasarkan apa yang diajarkan guru padahal nggak ada guru ngajarin gitu. “Salah tangkap” istilahnya.
Emang sih, Trownbridge dan Wandersee (1996) mengajukan bahwa peta konsep juga mestinya mengandung stimulus visual, seperti gambar-gambar, agar siswa mengintegrasi visual dan verbal. Tapi ini masih tetap berbeda dari peta pikiran. Walau gambarnya bisa subjektif, tapi tetap verbalnya objektif, baku.
Kembali terhadap dukungan ilmiah terhadap peta pikiran. Buzan juga mengutip penemuan Goodnough dan Woods (2002) yang menunjukkan kalau peserta studi mengatakan bahwa belajar dengan peta pikiran lebih asyik, menarik dan memotivasi. Ini sebenarnya merupakan masalah yang dialami ketika anda mengutip ilmu sosial yang mengukur persepsi bukannya realitas sesungguhnya. Apa yang dilaporkan Goodnough dan Woods adalah persepsi, dan karenanya rentan terhadap efek plasebo. Persepsi itu subjektif, sehingga tidak dapat dipandang ilmiah.

Catatan dengan peta pikiran
Studi Farrand et al (2002) menurut Buzan menunjukkan bahwa mahasiswa yang menggunakan peta pikiran meningkatkan ingatan jangka panjangnya pada informasi faktual sebesar 10%. Apa yang tidak disebutkan Buzan adalah studi ini memakai metode yang disebut diagram laba-laba, bukan peta pikiran. Diagram laba-laba memang cukup mirip dengan peta pikiran, dan bahkan bila boleh disamakan, peningkatan yang ada bukan 10% tapi 4%, karena metode lain dalam studi Farrand et al menunjukkan peningkatan 6%.
10 penelitian lain yang dilaporkan Buzan tidak dapat ditemukan keberadaannya sampai sekarang menurut laporan WebIT. Sementara itu, pemeriksaan Evy sendiri di 100 ribu artikel ilmiah sejak tahun 1995 dengan kata kunci “mind map” dan “mindmap” di sciencedaily.com juga tidak membuahkan satupun hasil yang relevan. Jadi kemana penelitian peta pikiran lenyap?

Argumen 3 : Bukti pendukung Peta Pikiran bersifat Kesaksian
Kesaksian atau testimonial merupakan hal lazim dalam pseudosains. Di satu sisi, ia memanfaatkan efek plasebo, dan di sisi lain, ia menerapkan strategi cherry pick. Efek plasebo terjadi saat seseorang merasa sesuatu bekerja baik pada dirinya karena ia dikatakan hal tersebut bertujuan untuk itu. Seorang tentara yang terluka di medan perang, dapat merasa lebih nyaman ketika diberi obat tanpa khasiat (obat plasebo) karena ia mengira itu obat pereda rasa sakit. Secara psikologi ia nyaman, tapi secara fisik ia tetap sakit. Strategi cherry-pick atau pilih kasih, bekerja seperti seleksi alam, lebih tepatnya seleksi buatan. Hanya orang yang merasa berhasil yang memberikan testimonial, dan kalaupun orang yang merasa gagal memberi testimonial, pemilik dapat menghapus testimonial tersebut dan menyisakan testimonial yang bagus-bagus saja.
Jadi apakah ada testimonial peta pikiran yang buruk? Ya tentu saja. Evy sendiri sudah memakai peta pikiran sejak lama, dan tidak merasa lebih pintar, mudah menghapal atau apa. Satu-satunya manfaat yang Evy rasakan saat menggunakan peta pikiran adalah ia merangkum catatan. Catatan biasa sepanjang lima lembar A4 dapat dirangkum dalam satu kertas A4. Tapi rangkuman ini hanya bekerja bila kita tahu asosiasi dari tiap kata kunci. Tanpa tahu asosiasinya, kadang Evy merasa bingung sendiri. “Eh, kata ini koq bisa nyambung dengan topik ini ya?” Ujung-ujungnya baca lagi catatan aslinya, atau mikir lama. Secara optimistik, kita bisa bilang ini bagus. Peta pikiran memaksa kita untuk membaca lagi. Ia menjadi bahan evaluasi. Ya, Evy akui itu. Tapi untuk perannya meningkatkan IQ atau meningkatkan daya hapal? Umm, tidak.
Seorang partisipan di forum internet mengatakan bahwa ia justru gagal ujian karena peta pikiran. Bukannya berhasil membawa seorang mengerjakan ujian seperti di klaim Buzan, ia malah menjadi faktor utama kegagalan sang partisipan. Tapi bisa saja, ini sebuah pengalihan tanggung jawab atau apa. Tapi ini adalah kesaksian, dan saya sudah memberikan testimonial negatif yang sebelumnya disembunyikan oleh Buzan.
Argumen 4 : Landasan Teori yang Salah
Buzan menggunakan beberapa landasan teori yang sebenarnya tidak ilmiah. Buzan, seperti umumnya motivator lainnya, mengatakan bahwa kita hanya menggunakan 10% kemampuan otak kita. Klaim ini adalah urban legend, ia tidak memiliki bukti dan bahkan telah disanggah. Jika kita hanya menggunakan 10% kekuatan otak kita, maka kita lumpuh. Kita selalu menggunakan 100% kemampuan otak, obat-obat yang memicu kemampuan otak hanya memacu syaraf menjadi lebih bekerja keras atau mengorbankan fungsi lain otak. Ambil contoh ibu yang mampu mengangkat mobil ketika anaknya terhimpit di bawah mobil. Sang ibu bukan menggunakan 100% kekuatan otaknya dari sebelumnya hanya 10%, ia mengambil fungsi otak yang berguna untuk menjaga detak jantung, metabolisme tubuh dan fungsi tak sadar lainnya, untuk dialihkan ke kekuatan otot. Itu mengapa sang ibu hanya dapat melakukannya di saat terdesak dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Jika lama, ia akan mati.

Emak gue juga bisaaaaa
Analogi yang digunakan untuk mendukung peta pikiran berasal dari alam, contohnya pola percabangan pohon dan percabangan syaraf. Kedua hal ini tidak relevan karena memang tidak nyambung dengan peta pikiran. Bila anda lihat, peta pikiran memiliki satu pusat di tengah dan menyebar ke segala arah. Pohon pusatnya di akar dan menyebar ke atas dan ke bawah, bukan ke samping. Sama halnya dengan percabangan syaraf, mereka punya banyak sekali pusat, saling hubung dan kait, tidak independen seperti peta pikiran.

Ketika analogi yang digunakan adalah pola pencatatan para ilmuan seperti Charles Darwin, Edison, dan sebagainya, dapat dilihat kalau pola pencatatan mereka berbeda dengan peta pikiran. Pola catatan mereka lebih mirip dengan peta konsep, yang linier.
Peta pikiran memandang dirinya dapat berlaku bagi semua orang karena ia mengutamakan visual. Evy memang tidak mendukung teori kecerdasan ganda, tapi teman-teman yang mendukung dapat mengatakan hal ini tidak sesuai dengan teori kecerdasan ganda. Tidak semua orang cerdas dalam visual, mereka bisa auditori ataupun kinestetik. Evy lebih memilih dari sudut pandang evolusi, dan memang teori evolusi juga menyanggah hal ini. Visual hanya efektif terutama bagi laki-laki, wanita tidak terlalu kuat dalam visual (mereka lebih kuat dalam taktil (sentuhan) dan auditori).
Teori lateralisasi otak juga di lebih-lebihkan, sama halnya dengan berbagai produk pendidikan yang ada di pasaran seperti membaca dengan mata ditutup kain atau senam otak. Sementara para ahli syaraf masih kebingungan dengan bagaimana kerja otak, meruntuhkan teori lama dan membangun teori baru otak dengan cepat, para motivator kita dengan tanpa kritis mengambil pandangan sekilas dan mencocokkannya dengan apapun yang dijelaskannya. Banyak yang mengambil teori otak kiri – otak kanan sebagai sebuah teori yang kokoh, padahal tidak sesederhana itu. Mekanisme otak kiri – otak kanan sangat rumit, dan masih terus dikaji hingga sekarang. Ia tidak sekedar satu sisi berperan untuk sifat ini dan sisi lain untuk sifat itu.
Argumen 5 : Fakta Ilmiah yang Menyanggah
Baru saja, januari 2011, jurnal ilmiah terkemuka dunia, Science, menerbitkan sebuah studi eksperimen besar pada 200 siswa. Mereka diberi tiga teknik belajar: Ujian mengingat, peta pikiran dan peta konsep. Hasilnya, peta pikiran bukan yang terbaik. Yang terbaik adalah : siswa yang membaca, lalu mengikuti ujian mengingat kembali apa yang sudah ia baca. Seminggu kemudian, siswa yang menggunakan metode ini mampu mengingat 50% dari apa yang ia baca. Metode ini yang terbaik, mengalahkan peta konsep dan peta pikiran. Apa artinya ini? Menggambar setelah menghapal lebih buruk daripada sekedar meminta teman memeriksa hapalan kita dengan pikiran. Ini metode yang sudah ribuan tahun digunakan dan bahkan tetap relevan daripada konsep mutakhir seperti peta pikiran dan peta konsep.
Studi yang lebih klasik dilakukan oleh Pressley et al (1998). Studi mereka menunjukkan kalau efektivitas belajar bukan ditentukan oleh masalah pencatatan, tapi konsentrasi saat menyerap bahan yang diajarkan. Tidak aneh ya? Iya lah. Dari sekolah juga kita sering dimarahin guru karena sibuk mencatat dan tidak mendengarkan kata guru di depan. Peta pikiran adalah teknik mencatat, jadi klaimnya untuk memperbaiki kemampuan belajar siswa tidak tepat sasaran.
Kesimpulan
Buzan hanyalah semata penulis. Tujuan utamanya komersil, menjual buku dan tiket seminar. Sama seperti para motivator lainnya, entah itu manajemen, bisnis menjadi jutawan dan MLM, mereka pada dasarnya menyederhanakan sesuatu yang kompleks. Enak dinikmati karena sederhana, tapi tidak bermakna karena gagal menjelaskan realitas. Peta pikiran masuk dalam kategori yang sama dengan ajaran Robert T Kiyosaki, senam otak, dan membaca tanpa melihat. Ia kabur, sempit, mirip ajaran agama dan terlalu dekat hubungannya dengan pseudosains.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample Text

NikiComic