Pages

Ads 468x60px

Labels

Kamis, 19 Januari 2012

Kisah Fisikawan Asia Terkenal : Leo Isaki

Tahun 1973, Jepang untuk yang ketiga kali menempatkan warganya dalam jajaran penerima Nobel Fisika, yakni Leo Esaki. Seperti kedua pendahulunya, Hideki Yukawa dan Sin-Itiro Tomonaga, pria kelahiran Osaka, Jepang pada tahun 1925 ini melengkapi gelar sarjana hingga doktor di negerinya sendiri. Hal ini seakan membuktikan bahwa tingkat kualitas pendidikan di Jepang memang sudah sangat tinggi begitu pun dengan sumber daya manusianya. Leo Esaki lahir di Osaka tahun 1925 dengan nama Esaki Reiona.
 
Ia menyelesaikan sarjana mudanya tahun 1947 yang dilanjutkan dengan bekerja sebagai peneliti di Kobe Kogyo Corp selama 9 tahun. Kemudian ia menjadi pimpinan tim peneliti di Perusahaan Sony, Tokyo sambil melanjutkan studinya di Universitas Tokyo di mana ia meraih gelar PhD-nya pada tahun 1959.
 
Selama meneliti di perusahaan Sony, Esaki bergelut dalam studi mengenai efek terowongan (tunneling effect) pada sambungan p-n suatu material semikonduktor. Efek terowongan adalah efek mekanika kuantum di mana suatu elektron dapat melewati suatu potensial penghalang yang menurut teori fisika klasik tidak mungkin diterobos. Penemuan Esaki ini kemudian dilanjutkan dengan diciptakannya diode Esaki (diode terowongan), suatu komponen yang sangat penting dalam fisika zat padat. Komponen ini berukuran sangat kecil, menggunakan daya sangat rendah tetapi bekerja sangat cepat, karena itu komponen ini banyak dimanfaatkan pada rangkaian berkecepatan tinggi di dalam komputer-komputer atau jaringan-jaringan komunikasi.
 
Pada tahun 1960 pusat penelitian Thomas J Watson IBM, Yorktown Heights, New York, Amerika Serikat melirik Esaki dan mengajaknya bergabung untuk mengembangkan bahan semikonduktor. Sejak itulah Esaki makin dikenal dunia internasional sebagai pakar dan pionir yang mendesain dan mengembangkan struktur kuantum semikonduktor, sebuah cabang baru dalam bidang fisika semikonduktor.
 
Berkat ketekunannya melakukan riset mengenai efek terowongan dalam semikonduktor sehingga memperoleh hasil sangat cemerlang, Esaki dianugerahi Nobel fisika besama dengan Ivar Giaever dan Brian Josephson. Sebelum meraih penghargaan prestisius itu, Esaki sudah memiliki banyak penghargaan lainnya, seperti The Nishina Memorial Award (1959), The Asahi Press Award (1960), The Toyo Rayon Foundation Award untuk pengembangan ilmu dan teknologi (1960). Juga The Morris N Liebmann Memorial Prize dari IRE (1961), The Stuart Ballantine Medal dari Institut Franklin (1961), The Japan Academy Award (1965), The Order of Culture dari Pemerintah Jepang (1974).
 
Tahun 1985 ia juga memperoleh anugerah dari the American Physical Society untuk kepiawaiannya dalam membuka bidang fisika baru yang disebut struktur kuantum semikonduktor. Selanjutnya pada tahun 1991, the IEEE Medal of Honor diberikan kepadanya sebagai penghargaan atas kepemimpinannya dalam pengembangan efek terowongan, semikonduktor superlatis, dan sumur kuantum.
 
Selain berbagai penghargaan, gelar kehormatan juga diperoleh Esaki dari berbagai institusi dalam dan luar negeri. Di antaranya dari Doshisha School dan Kwansei Gakuin, Jepang, lalu dari University the Universidad Politecnica de Madrid Spanyol, University of Montpellier Perancis dan dari The University of Athens Yunani. Ketokohannya pun diakui komunitas ilmiah internasional dengan bergabungnya ia dalam keanggotaan American Academy of Arts and Sciences pada bulan Mei 1974, the Japan Academy pada November 1975, National Academy of Engineering (USA) pada April 1977, the Max-Planck-Gesellschaft, Maret 1989, dan the American Philosophical Society April 1991.
 
Di samping kehebatannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Esaki juga berusaha menjadi jembatan antara Pemerintah Jepang dan negara Barat. Melalui berbagai esai yang ditulisnya Esaki berusaha menjembatani jurang dua kultur yang berbeda ini. Agar usahanya lebih efektif, ia mengunjungi Jepang beberapa kali tiap tahunnya dan menjabat sebagai Direktur laboratorium penelitian IBM-Jepang, Direktur yayasan ilmu pengetahuan Yamada dan yayasan pengembangan ilmu dan teknologi Jepang serta menjadi guru besar di Universitas Waseda.
Tahun 1993, Esaki pensiun dari IBM dan menjadi rektor Universitas Tsukuba yang disebut sebagai universitas yang mempunyai teknologi canggih. Tahun 2001 karena kepeduliannya pada pendidikan di Jepang, ia bersedia menjadi ketua komisi nasional untuk reformasi pendidikan Jepang menyambut abad ke-21. Penekanan komisi ini adalah memberi bentuk pada pendidikan masa mendatang di Jepang sehingga Jepang tetap dapat menjadi yang terdepan di bidang teknologi maupun ekonomi abad ke 21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample Text

NikiComic