Minggu, 22 Mei 2011
Pidato Bill Gates di Harvard
Pidato Bill Gates di acara Wisuda Mahasiswa Harvard 7 Juni 2007.
Presiden Bok, mantan presiden Rudenstine, presiden terpilih Faust, para anggota Harvard Corporation dan Dewan Pengawas, dosen-dosen, para orang tua dan khususnya mahasiswa yang lulus:
Saya telah menunggu lebih dari 30 tahun untuk mengatakan hal ini, “Ayah, saya selalu bilang bahwa saya akan kembali untuk mengambil gelar saya.”
Saya ingin berterimakasih ke Harvard untuk penghargaan yang diberikan tepat pada waktunya ini. Tahun depan saya akan memulai pekerjaan baru dan sangat senang untuk akhirnya bisa mencantumkan gelar universitas di resume saya.
Saya ingin mengucapkan selamat kepada semua yang lulus hari ini karena berhasil mendapat gelar kalian lewat cara yang langsung. Saya sendiri cukup senang ketika Crimson menjuluki saya sebagai “Harvard drop out yang paling sukses.” Sepertinya ini membuat saya peringkat pertama (valedictorian) angkatan yang spesial . . . saya yang terbaik di antara orang-orang yang gagal.
Tetapi saya juga mau dianggap sebagai orang yang membuat Steve Ballmer untuk drop out dari sekolah bisnis. Saya rupanya punya pengaruh yang buruk. Oleh karena itu saya diundang untuk berbicara pada acara wisuda kalian. Jika saya berbicara pada acara orientasi kalian, mungkin jumlah kalian jadi lebih sedikit hari ini.
Harvard merupakan pengalaman sangat fenomenal bagi saya. Kehidupan akademik sangat mempesona. Saya dulu suka ikut kuliah kelas-kelas yang tidak pernah saya daftar. Kehidupan asrama juga sangat menyenangkan. Ketika itu saya tinggal di Radcliffe, di Currier House. Selalu saja ada banyak orang di kamar saya mendiskusikan berbagai hal sampai larut malam, karena semua orang tahu saya tidak perlu khawatir untuk bangun di pagi hari. Begitu ceritanya yang membuat saya menjadi pemimpin grup anti sosial. Kami jadi bergantung satu sama lain sebagai suatu bentuk penolakan kami terhadap orang-orang sosial.
Radcliffe merupakan tempat yang sangat asyik untuk ditinggali. Ada banyak mahasiswi di sana dan kebanyakan merupakan tipe saintis-matematikawan. Kombinasi ini memberikan peluang yang terbaik bagi saya, jika anda mengerti apa yang saya maksud. Di sini saya mengambil pelajaran berharga bahwa memperbaiki peluang tidak memberikan jaminan sukses.
Salah satu ingatan terbesar saya tentang Harvard terjadi di bulan Januari 1975, ketika saya menelpon dari Currier House ke perusahaan di Albuquerque yang baru saja mulai membuat komputer pribadi. Saya menawarkan piranti lunak ke mereka.
Saya khawatir mereka akan sadar bahwa saya hanya seorang mahasiswa yang tingal di asrama dan akan menutup telpon. Tetapi ternyata mereka bilang “kami belum siap, coba hubungi kami lagi dalam sebulan,” yang ternyata merupakan suatu hal yang bagus, karena kami belum menulis software tersebut. Sejak saat itu, saya bekerja siang malam di projek ekstra kredit ini, yang menandai tamatnya pendidikan tinggi saya dan mulainya perjalanan luar biasa saya dengan Mircosoft.
Apa yang saya ingat di atas segalanya tentang Harvard adalah keberadaan saya di tengah-tengah energi dan inteligen yang luar biasa. Pengalaman ini bisa menyenangkan, menakutkan, kadang-kadang bahkan mematahkan semangat, tetapi selau menantang. Betul-betul merupakan kesempatan yang luar biasa—dan walaupun saya pergi meninggalkannya sangat cepat, saya telah terbentuk oleh pengalaman saya di Harvard, perkawanan yang saya ciptakan dan ide-ide yang saya kerjakan.
Tetapi melihat ke masa lalu secara serius . . . ada satu hal besar yang saya sesalkan.
Saya meinggalkan Harvard tanpa memiliki kesadaran mengenai kesenjangan buruk yang melanda dunia- ketimpangan antara kesehatan, dan kekayaan, dan kesempatan yang mengutuk jutaan manusia hidup dalam keputusasaan.
Saya belajar banyak di Harvard mengenai ide-ide baru di bidang ekonomi dan politik. Saya terkekspos banyak terhadap kemajuan-kemajuan di bidang sains.
Tetapi pencapaian terbesar kemanusiaan bukanlah pada penemuan-penemuannya—melainkan bagaimana penemuan-penemuan tersebut digunakan untuk mengurangi kesenjangan. Baik itu lewat demokrasi, pendidikan publik yang kuat, kesehatan yang berkualitas maupun kesempatan ekonomi yang luas—mengurangi ketimpangan merupakan keberhasilan tertinggi umat manusia.
Saya meninggalkan kampus tanpa banyak tahu tentang jutaan orang muda yang tercurangi oleh kesempatan mengeyam pendidikan di negara ini. Dan saya tidak tahu apa-apa mengenai jutaan orang yang hidup dalam jeratan kemiskinan dan penyakit di negara-negara berkembang.
Perlu puluhan tahun untuk membuat saya sadar.
Kalian datang ke Harvard pada era yang sangat berbeda. Kalian tahu mengenai ketimpangan dunia ketimbang para lulusan yang datang sebelum kalian. Dalam waktu kalian di sini, saya harap kalian memiliki kesempatan untuk memikirkan bagaimana—dalam era kemajuan teknologi yang pesat—kita dapat memecahkan masalah ketimpangan-ketimpangan ini.
Bayangkan, katakanlah untuk sekedar diskusi, kalian punya ekstra waktu setiap minggu dan beberapa dolar lebih dalam sebulan untuk disumbangkan pada hal tertentu—dan kalian ingin menghabiskan waktu dan uang tersebut untuk suatu hal yang memiliki hasil yang terbesar dalam menyelematkan dan meningkatkan hidup orang banyak. Dimana kalian ingin menghabiskannya?
Bagi Melinda dan saya, tantangannya sama: bagaimana kami bisa melakukan suatu hal yang baik dalam jumlah besar dengan sumber yang kami miliki.
Ketika berdiskusi soal ini, Melinda dan saya membaca sebuat artikel mengenai jutaan anak-anak yang melarat kesakitan di negara-negara miskin dari penyakit-penyakit yang lama telah kita basmi di negara ini. Measles, malaria, pneumonia, hepatitis B, yellow fever. Satu penyakit yang tidak pernah saya dengar sebelumnya, rotavirus, membunuh setengah juta anak-anak setiap tahun—tidak satupun dari mereka di Amerika Serikat.
Kami sangat terkejut. Kami sebelumnya berasumsi jika jutaan anak-anak melarat kesakitan dan mereka bisa ditolong, dunia akan memprioritaskan penemuan dan penyebaran obat-obatan untuk membantu mereka. Tetapi ini tidak terjadi. Untuk kurang dari satu dolar, ada beberapa intervensi yang dapat menyelamatkan jiwa tetapi tidak disalurkan.
Jika anda percaya bahwa setiap kehidupan memiliki harga yang sama, sangat mengusik hati untuk menyadari bahwa beberapa jiwa dilihat penting untuk diselamatkan, sedangkan beberapa yang lain tidak. Kami akhirnya bilang kepada diri kami: “Tidak mungkin begini kenyataannya. Tetapi jika ini benar, maka ini harus jadi prioritas kedermawanan kami.”
Jadi kami mulai usaha kami dengan cara yang sama dengan setiap orang yang ada di sini memulai sesuatu. Kami bertanya: “Bagaimana sampai dunia membiarkan anak-anak ini meninggal?”
Jawabannya mudah, dan kejam. Pasar tidak memberikan apa-apa dengan menolong anak-anak ini, dan pemerintahan tidak mensubsidinya. Jadi banyak anak meninggal karena ibu-ibu dan bapak-bapak mereka tidak memiliki kekuasaan di pasar dan tidak memiliki suara di sistem ini.
Tetapi kalian dan saya memiliki keduanya.
Kita dapat membuat kekuatan-kekuatan pasar bekerja lebih baik untuk orang-orang miskin jika kita dapat mengembangkan kapitalisme yang lebih kreatif—jika kita dapat memperpanjang jangkauan kekuatan-kekuatan pasar sehingga lebih banyak orang dapat mengambil untung, atau setidaknya dapat mencari nafkah dengan memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilanda ketimpangan terburuk. Kita juga bisa menekan pemerintahan di segala penjuru dunia untuk membelanjakan uang pajak rakyatnya dengan cara-cara yang lebih sesuai dengan nilai-nilai orang-orang yang membayar pajak tersebut.
Jika kita dapat menemukan berbagai cara yang dapat membantu orang-orang miskin sehingga dapat menghasilkan untung bagi bisnis dan suara bagi politisi, kita akan dapat menemukan cara yang sustainable untuk mengurangi ketimpangan-ketimpangan dunia. Kerjaan ini tidak akan pernah selesai. Tetapi usaha yang serius untuk menjawab tantangan ini akan merubah dunia.
Saya optimis kita bisa melakukan hal ini, tetapi saya juga bicara denga para skeptik yang mengklaim bahwa tidak ada harapan. Mereka bilang: “Ketimpangan telah ada dengan kita sejak dari awal, dan akan ada bersama kita sampai akhir jaman—karena orang-orang . . . tidak . . . peduli.” Saya sama sekali tidak setuju.
Saya percaya kita memiliki kedermawanan yang lebih banyak dari apa yang bisa kita perbuat dengan kedermawanan tersebut.
Kita semua di Halaman (Harvard Yard) ini, pada satu saat atau lainnya, telah melihat tragedi kemanusiaan yang menyanyat hati, tetapi kita tidak melakukan apa-apa—bukan karena kita tidak peduli, tetapi karena kita tidak tahu harus berbuat apa-apa. Kalau kita tau bagaimana menolong, pasti kita akan bertindak.
Halangan untuk berubah bukanlah ketidakpedulian, melainkan karena terlalu banyak kompleksitas.
Untuk merubah kepedulian menjadi aksi, kita perlu melihat suatu masalah, solusinya dan hasil dari solusi tersebut. Tetapi kompleksitas memblokir ketiga langkah tersebut.
Walaupun dengan adanya internet dan beita 24 jam, tetap saja merupakan usaha yang sangat rumit untuk membuat orang-orang melihat masalah-masalah yang sebenarnya. Ketika pesawat jatuh, para pejabat seketika memanggil konferensi pers. Mereka berjanji untuk menginvestigasi, mencari penyebabnya dan menghindari kecelakaan yang sama di masa depan.
Tetapi jika para pejabat benar-benar mau jujur, mereka akan bilang, “ Dari semua orang di dunia ini dari hal-hal yang bisa dihindari, setengah persen dari mereka adalah penumpang pesawat ini. Kami akan melakukan semua usaha untuk memecahkan masalah yang merengut jiwa setengah persen.”
Masalah yang lebih besar bukanlah pesawat jatuh, tetapi jutaan kematian yang bisa dihindari.
Kita tidak banyak membaca soal kematian-kematian ini. Media hanya meliput hal-hal yang baru—dan jutaan orang meninggal bukanlah hal yang baru. Jadi berita ini hanya mengendap di belakang, dimana lebih mudah untuk tidak diperhatikan sama sekali. Tetapi ketika kita melihat atau membacanya, sulit untuk tetap memusatkan perhatian kita pada masalah ini. Sangat pelik untuk melihat penderitaan jika situasinya sangat kompleks sehingga kita tidak tahu bagaimana mau menolong. Dan jadinya kita berpaling muka.
Jika kita benar-benar dapat melihat masalahnya, yang merupakan langkah pertama, kita dihadapkan pada langkah kedua: mengurai benang kusut untuk menemukan solusi.
Menemukan solusi sangat penting jka kita ingin benar-benar menggunakan kepedulian kita secara maksimal. Jika kita memiliki jawaban-jawaban yang jelas dan teruji setiap kali sebuah organisasi atau individu bertanya “Bagaimana saya bisa bantu?”, makan kita dapat bertindak—kita dapat memastikan tidak ada satupun kepedulian di dunia ini yang terbuang sia-sia. Tetapi kompleksitas menjadikannya sangat sulit untuk membuat telusuran tindakan bagi orang-orang yang peduli—dan ini membuat kepedulian mereka menjadi sangat sulit.
Menerobos kompleksitas untuk mencari solusi harus melewati empat langkah yang bisa diramalkan: rumuskan suatu tujuan, cari pendekatan yang menggunakan daya pengungkit yang tinggi, temukan teknologi ideal untuk pendekatan tersebut, dan untuk saat ini, gunakan teknologi yang sudah ada secara cerdik—baik itu yang mutakhir seperti obat-obatan, atau yang lebih sederhana seperti kelambu.
Epidemik AIDS dapat dijadikan contoh. Tujuan yang luasnya, tentu saja, untuk memusnahkan penyakit ini. Pendekatan dengan daya ungkit yang tinggi adalah penghindaran. Teknologi ideal adalah vaksin yang memberikan imunitas sepanjang hidup dengan satu dosis. Jadi pemerintah, perusahaan farmasi, dan yayasan mendanai riset vaksin. Tetapi hasil kerja mereka biasanya akan makan waktu puluhan tahun, jadi saat ini, kita harus bekerja dengan apa yang kita miliki—dan cara preventif yang paling baik yang kita miliki saat ini adalah untuk menyerukan kepada orang-orang untuk menghindari tingkah laku yang beresiko.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu siklus empat-langkah lagi. Ini polanya. Yang paling penting adalah untuk tidak pernah berhenti berpikir dan bekerja—dan jangan pernah melakukan apa yang kita pernah lakukan terhadap malaria dan tuberculosis di abad ke-20—yaitu menyerah kepada kompleksitas.
Langkah terakhir—setelah melihat masalah dan menemukan suatu pendekatan—adalah untuk mengukur hasil dari kerja kalian dan membagi kesuksesan dan ketidakberhasilan sehingga orang lain dapat belajar dari usaha-usaha kalian.
Tentu anda perlu statistik. Anda harus dapat menunjukkan bahwa suatu program adalah untuk memvaksinasi jutaan anak-anak. Anda harus dapat menunjukkan pengurangan jumlah anak-anak yang meninggal dari berbagai penyakit ini. Hal ini sangat esensial bukan saja untuk memperbaiki program tersebut, tapi juga untuk mendapatkan investasi dari bisnis dan pemerintah.
Tapi jika kalian ingin memberikan inspirasi bagi orang-orang untuk berkecimpung, kalian harus dapat menunjukkan lebih dari angka-angka; kalian harus dapat menyalurkan sisi kemanusiaan dari hasil usaha kalian—sehingga orang-orang dapat merasakan apa artinya menyelamatkan jiwa bagi keluarga yang bersangkutan.
Saya ingat pergi ke Davos beberapa tahun lalu dan duduk di panel kesehatan dunia yang mendiskusikan berbagai cara menyelematkan jutaan jiwa. Jutaan! Coba pikir perasaan yang dialami menyelamatkan satu jiwa saja—lantas kalikan dengan jutaan . . . Sayangnya panel ini merupakan panel yang paling membosankan yang pernah saya hadiri. Sangat jenuhnya saya sendiri tidak tahan.
Apa yang membuat pengalaman itu benar-benar beda adalah sebelum ke sana, saya baru saja menghadiri acara dimana kami memperkenalkan versi ke-13 sebuah piranti lunak, dan kita melihat orang-orang meloncat dan teriak kegirangan. Saya senang sekali membuat orang meloncat kegirangan tentang software—tetapi kenapa kita tidak bisa menghasilkan kegembiraan yang lebih besar untuk menolong jiwa orang?
Anda tidak dapat membuat orang meloncat kegirangan kecuali anda dapat menolong mereka melihat dan merasakan hasilnya. Dan bagaimana caranya itu—merupakan problem yang kompleks.
Walau begitu, saya tetap optimis. Memang betul, ketimpangan telah berada bersama kita sejak dulu, tetapi peralatan yang kita miliki yang dapat dipakai untuk menerobos kompleksitas baru-baru saja muncul. Alat-alat baru ini—mereka dapat membantu kita memaksimalkan bentuk kepedulian kita—dan ini yang dapat membuat masa depan bisa berbeda dari masa lalu.
Inovasi-inovasi penting dan yang masih terus berlanjut saat ini—bioteknologi, komputer, internet—memberikan kita kesempatan yang tidak pernah kita miliki sebelumnya untuk membasmi kemiskinan akut dan menghentikan kematian dari penyakit yang bisa dihindari.
Enam puluh tahun lalu, George Marshall datang ke acara wisuda ini dan mengumumkan sebuah rencana untuk membantu bangsa-bangsa Eropa pasca perang. Dia bilang: “Saya pikir salah satu kesulitannya adalah masalah ini merupakan suatu yang sangat kompleks sehingga jumlah fakta-fakta yang diberikan ke publik oleh pers dan radio membuatnya sangat sulit untuk orang biasa di jalanan untuk mengerti situasinya secara jelas. Hampir mustahil pada jarak ini untuk dapat mengerti pentingnya situasi ini.”
Tiga puluh tahun setelah Marshall memberikan pidatonya, pada saat teman-teman sekelas saya lulus tanpa saya, teknologi baru mulai muncul yang dapat membuat dunia menjadi lebih kecil, lebih terbuka dan berkurang jaraknya.
Munculnya komputer pribadi yang murah harganya menumbuhkan jaringan kuat yang telah merubah kesempatan untuk belajar dan berkomunikasi.
Hal yang paling ajaib dari jaringan ini bukan hanya ia mengurangi jarak dan membuat setiap orang bertetangga dengan yang lainnya. Ia juga menambah jumlah otak-otak cemerlang yang dapat berkolaborasi memecahkan masalah yang sama—dan ini meningkatkan skala jumlah inovasi yang dikeluarkan beberapa derajat.
Pada saat yang bersamaan, untuk setiap orang di dunia yang memiliki akses ke teknologi ini, lima orang tidak punya akses. Ini artinya banyak otak-otak yang kreatif tidak dapat ikut serta dalam diskusi ini—orang-orang pandai dengan ilmu praktikal dan pengalaman yang berhubungan yang tidak memiliki teknologi untuk mengasah bakat mereka atau menyumbang ide-ide mereka ke seluruh penjuru dunia.
Kita perlu sebanyak-banyaknya orang yang dapat mengakses teknologi ini, karena kemajuan ini dapat memicu revolusi dalam apa yang dapat diperbuat oleh manusia untuk satu sama lain. Kemajuan-kemajuan teknologi ini juga dapat membuat bukan hanya pemerintah, tetapi universitas, perusahaan, organisasi yang lebih kecil dan bahkan individu untuk melihat masalah, melihat solusi, dan mengukur hasil kerja usaha mereka untuk mengatasi kelaparan, kemiskinan, dan kemeleratan yang George Marshall bicarakan 60 tahun lalu.
Para anggota keluarga Harvard: Di Halaman ini merupakan koleksi besar talenta intelektual di dunia.
Untuk apa?
Tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa para pengajar, dekan, alumni, mahasiswa dan penyokong Harvard telah menggunakan kekuasaan mereka untuk memperbaiki kehidupan banyak orang di sini dan di dunia. Tetapi apakah kita dapat berbuat lebih banyak? Dapatkan Harvard mendedikasikan intelektualitasnya untuk memperbaiki kehidupan orang-orang yang tidak akan pernah mendengar nama universitas ini?
Ijinkan saya mengajukan permintaan kepada para dekan dan profesor—pemimpin intelektual di Harvard. Ketika anda merekrut profesor, memberikan tenure, mengulas kurikulum dan menentukan syarat kelulusan, tolong tanya diri anda:
Apakah otak-otak terbaik kita perlu didedikasikan untuk memecahkan masalah-masalah terbesar?
Apakah Harvard harus mendorong para dosennya untuk memecahkan ketimpangan-ketimpangan dunia? Apakah mahasiswa Harvard perlu belajar tingkat kedalaman kemiskinan global . . . meluasnya kelaparan dunia . . . kurangnya air bersih . . . anak-anak perempuan yang tidak diberikan kesempatan bersekolah . . . anak-anak yang meninggal karena penyakit-penyakit yang kita dapat sembuhkan?
Apakah orang-orang yang memiliki hak istimewa terbesar di dunia perlu belajar tentang kehidupan orang-orang yang tidak memiliki kesempatan yang sama di dunia?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan retorikal—kalian akan menjawabnya dengan kebijakan-kebijakan kalian.
Ibu saya, yang sangat bangga ketika saya diterima oleh Harvard—tidak pernah berhenti mendorong saya untuk berbuat lebih banyak untuk yang lain. Beberapa hari sebelum hari pernikahan saya, dia mengundang orang-orang dimana dia membacakan keras-keras semua surat yang dia telah kirim ke Melindad tentang pernikahan. Ibu saya menderita kanker saat itu, tetapi dia melihat satu kesempatan lagi untuk menyebarkan lagi pesan dia, dan di akhir surat dia berujar: “Dari mereka yang telah menerima banyak, banyak yang diharapkan.”
Ketika kalian yang berada di Halaman ini memikirkan apa saja yang telah kita dapat—dalam talenta, hak istimewa dan kesempatan—hampir tidak ada batas dari apa yang dunia berhak harapkan dari kita.
Sejalan dengan janji-janji yang ada pada jaman ini, saya ingin mendesak setiap yang lulus hari ini untuk mendalami satu isu—suatu problem yang kompleks, suatu ketimpangan yang mendalam, dan menjadi seorang spesialis dalam hal itu. Kalau anda dapat menjadikannya sebagai fokus karir anda, fantastik. Tapi anda tidak perlu melakukan hal itu untuk membuahkan hasil. Anda dapat menggunakan internet beberapa jam setiap minggu untuk belajar, menemukan orang-orang lain dengan ketertarikan pada hal yang sama, melihat rintangan, dan menemukan cara untuk menerobos rintangan tersebut.
Jangan biarkan kompleksitas menahan anda. Jadilah seorang aktivis. Pecahkan masalah ketimpangan yang besar. Ini akan menjadi pengalaman paling berharga dalam hidup kalian.
Kalian tumbuh besar dalam era yang menakjubkan. Ketika kalian meinggalkan Harvard, kalian memiliki teknologi yang tidak dimiliki oleh para anggota angkatan saya. Kalian mengetahui soal ketimpangan dunia, yang kami dulu tidak tahu. Dan dengan pengetahuan tersebut, kalian juga memiliki suara batin yang akan menyiksa kalian jika kalian tidak memperdulikan orang-orang ini yang hidupnya bisa kalian rubah dengan usaha yang kecil. Kalian memiliki lebih banyak dari apa yang kami miliki; kalian harus memulainya lebih dulu dan melakukannya lebih lama.
Dengan apa yang kalian ketahui, bagaimana kalian tidak melakukannya?
Dan saya harap kalian akan kembali ke Harvard 30 tahun mendatang dan merenungkan apa yang kalian telah lakukan dengan bakat dan energi kalian. Saya harap kalian tidak mengukur prestasi kalian hanya dengan keberhasilan karir kalian, tapi juga dari apa yang telah kalian lakukan untuk mengatasi ketimpangan dunia yang paling dalam . . . dari perlakuan yang kalian berikan pada orang-orang yang tinggal di seberang lautan yang tidak memeliki kesamaan apapun dengan kalian kecuali nilai kemanusiaan mereka.
Selamat.
Versi asli pidato bisa dibaca di : http://news.harvard.edu/gazette/story/2007/06/remarks-of-bill-gates-harvard-commencement-2007/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar